Selasa, 26 Maret 2013


Mr. Jhon di Surabaya

Hari Pertama

“Ciiiiiiiiiiiiiiiiiiiittttt !!! Uh, finally, welcome to Surabaya. I am comin.” Shit, it’s so hot here. I gotta take my shirt off.”
Tanpa fikir panjang, Mr. Jhon, pelancong dari Amerika melepas bajunya di pusat kota Surabaya. Pada awalnya, ia sih santai-santai aja. Tapi, lama kelamaan, ia sadar kalau orang-orang di sekelilingnya pada melihatnya dengan penuh wajah keheranan.
“Hiikkkk, hikkk,” orang-orang yang melihatnya meringis mengejek.
Dalam benaknya, Mr. jhon pun berkata, “If you’re smiling to me, I’m gonna do as what you’re doin. Hiiik, Hiiik.” Pelan tapi pasti Mr. jhon mengenakan bajunya kembali.
Mula-mula Mr. Jhon mengunjungi Gelora Sepuluh November untuk melihat pertandingan Persebaya vs Persija. Ia pun menemukan segerombolan supporter Persebaya, orang sekitar sih menyebutnya BONEK (BONDO NEKAT), yang dengan bangganya mengatakan Jancuk, Jancuk, Jancuk, Jancuk, Jancuk, Jancuk (dengan irama lagu supporter ‘Ole-Ole’). Tanpa fikir panjang, Mr. Jhon pun mengatakan kalimat itu setiap kali bertemu supporter.
Hi bro, Jancuk !!!”
“Ok Mr., Jancuk!” sambil tertawa seorang BONEK membalasnya.
Mr. Jhon pun berkesimpulan kalau Jancuk adalah kata-kata pembangkit semangat pencipta solidaritas. Ditengah-tengah pertandingan, striker Persebaya, Danillo Fernando menjebol gawang Persija. Spontan, Mr. Jhon pun bersorak, “Jancuuuuk ! Jancuuuuk !!!
Supporter lain pun berbalik arah menyaksikan Mr. Jhon yang sangat antusias menyambut gol Persebaya.
“Bule gendheng. Mosok Gol kok malah misuh-misuh,” gumam salah satu dari BONEK.
Usai pertandingan, Mr. jhon pun merasa lapar. Akhirnya, langsung cari makan di pinggir jalan.
“Hi, Maam. Jancuk!!!, dengan wajah tak berdosanya ia menyapa si penjual nasi pecel yang sedang sibuk melayani para pembeli.
“Lho, lapo kok misuhi aku?,” Tanya si penjual nasi keheranan.
Ma’am, one, ma’am one. Maklum Mr. Jhon nggak bisa bahasa Indonesia. Jadi, ia terpaksa harus makai bahasa yang mudah tuk diterima orang lain.
Dengan lahapnya, sibule pun menyantap abis makanannya. Uhh, I’m full. It’s so delicious. Yummy!!!
Hari pun sudah malam. Si-pelancong Amerika itu pun mencari penginapan. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan anak kecil yang sedang asyik bermain dengan teman-temannya.
Hi, Jancok, cutie!!!”
“Hi Mr.!?!?!?! sambil keheranan si ank membalas sapaannya.
“I’m looking for a room.”
“A room???”
“Aku buka Arum, Mr. Aku Lily,” jawab si anak kenceng.
“No, No, No. I don’t need Lily. I’m not a woman. I need a room.”
Karena Lily adalah anak tomboi, langsung ia bilang, Jancuk koen Mr. Ngomong bulet ae.
“Ok, jancuk !!!, dengan ramah Mr. Jhon menjawab. Tapi, dalam benaknya, Mr. Jhon penasaran. “She said Jancok, but why’s she angry??? So, what does Jancuk mean? Ok, bye Cutie! Si-bule tetap membalasnya friendly.
Akhirnya, Mr. Jhon pun menemukan hotel Shangri-La. Bergegas ia pun menyapa petugas resepsionist. Hi, jancuk, Man!!
“What??? What the hell are you talking about, Mr.???? You curse me???”
“Curse you?,” sahut Mr. Jhon kebingungan.
“How come???”
“You know, he supporters of Persebaya always say Jancuk as long as the match goes on,” Sangkal Mr. jhon PD.
“You should know, Sir that Jancuk means ‘Fuck You’!”, tukas petugas receptionist.
“Really???, I can’t believe it.
“I’m so sorry then, Man.”
Segera petugas receptionist mengantar Mr. Jhon ke kamarnya.


Mr. Jhon dan Tugu Pahlawan

Dipagi harinya, mentari pagi tersenyum dari ufuk timur, menyambut Mr. Jhon yang sedang asyik merajut mimpi diatas spring bed nya. Biasa, kebanyakan bule emang bangunnya selalu siang. Tepat pukul 09.00 pagi, ia baru bangun dari tidurnya.
“Uaaaaaghhhh…………
“I could sleep solely last night.”
“My agenda today is going to hero tower.”
Setelah mandi dan sarapan pagi, Mr. Jhon siap berangkat dengan ransel besar di pundaknya. Surabaya emang terkenal dengan panas dan macetnya. Berbagai macam kendaraan ada di Surabaya. Mulai ari bus, angkot, sepeda motor, mobil, bahkan becak.
“Huh, that’s a nice transportation. I can’t find it in the US. It has three wheels with a driver at back.”
Haiiilll……. ! ! !, panggil Mr. Jhon dengan melambaikan tangannya.
Hi Mr.! Becak???”, tanya si-tukang becak sambil memersilahkan Mr. jhon tuk naik.
“Mau kemana??”
“Hero tower…”
?????!!!!!!............
“Yes, I wanna go there,” Mr. Jhon mencoba menjelaskan.
#%^@???!!!xxx+-$$%.....................
Berbagai cara pun dilakukan oleh Mr. jhon untuk memahamkan si-tukang becak. Mulai dari penjelasan, peggambaran, sampai isyarat yang kesannya seperti orang menari-nari pun dilakukan.
Ooohh…. Saya tahu. Tugu pahlawan???
“Yes, yes. Tall in Surabaya,” dengan bangga Mr. jhon bisa memahamkannya.
“No, No, I no huwwessss tugu pahlawan.”
“What??? U don’t go there???,” Mr. Jhon kaget. It’s useless to give you a long clarification.”
“Damn it!”
What, Demit????, Saya bukan demit, siang-siang nggak ada demit,”  kata si-tukang becak sok tau.
Dengan kesalnya, Mr. Jhon kembali ke hotel tuk cari tau. Di sana, ia ketemu dengan petugas receptionist dan langsung bertnya kepadanya bagaimana cara tuk menuju tugu pahlawan.
“It’s better for you to take a cab.”
“Ouwh…, thank you so much.”
Sampai juga akhirnya Mr. Jhon di tugu pahlawan. Mula-mula yang dilakukannya adalah foto-foto.
“Cekriiiik………., Nice photos. I like ‘em.”
“Hi Mr. what is your name?”, nampak di depanya anak-anak SMA yang sedang ada tugas sekolah untuk conversation dengan bule.
Ouw, My name is Triple Jhon.
“Yeah, Hi Mr. Triple, nice to meet you,” sambil senyum manisnya mereka memuji Mr. Jhon.
“Nice to meet you too.”
“Oh ya,…Please, don’t call me Mr. Triples! Actually, it’s impolite, but in this time, I only remind you. I guess you still don’t know how to call each other correctly, especially for someone whom you still don’t know him/her very well.”
Mereka pun minta maaf padanya. Emang sih, di Indonesia nggak ada aturan tuk manggil nama depan atau belakang tuk ngehormati satu sama lain. Intinya kalau di Indonesia kan sopan dan bukan nama julukannya yang jelek.
“Let’s take photo, Sir!” ajak Rani., salah satu dari mereka.
“Ok!” sahut Mr. Jhon sambil meletakkan tangannya di pundak Rani.
Oh… Sorry! You may not hug me, sir.
“Why? It’s Okay. Don’t be afraid! Americans do that while taking photos.”
No, I’m sorry.”
“Well, do what you wanna do then!” sahut Mr. Jhon sambil menurunkan tangannya dari pundak Rani.
Cheese ! ! !
“Today, I want to treat you, Sir.” “What Indonesian foods do you like, Sir?”
“I like tempe penyet so much.”
“What about fried duck?”
“No, I don’t like meat. I like tempe penyet more than fried duck.”
“Ouw, shit!... what a poor choice it is!” teman-teman Rani bergumam sembari merasa kecewa akan pilihan Mr. jhon.
Setelah ngobrol lama, Rani menawari Mr. Jhon tuk bermalam di rumahnya. Tepatnya di daerah Waru, Sidoarjo.
“Ok, Why not???” Jawab Mr. Jhon tanpa keberatan.
Akhirnya, sampai juga di rumah gadis putih, mancung, dan berkerudung pink itu. Rani memersilahkan Mr. Jhon tuk beristirahat di kamar yang telah disediakan.

Mr. jhon di Rumah Rani

“Allahu akbar, Alahu Akbar!”
Suara adzan mulai berkumandang di seluruh penjuru masjid kampung Rani. Rani sekeluarga pun bergegas melakukan shalat berjamaah di Masjid. Sementara Mr. Jhon, sedang duduk-duduk di serambi rumah. Ya, maklumlah. Emang ia bukan orang Islam. Ia ateis, alias tak bertuhan.
“Tok, tok, tok, tok, So, bakso….!”
“Bakso, bakso………….! Jumbo, jumbo………..!” Suara penjual bakso yang sedang berjualan.
Tepat saat itu, Rani sekeluarga pulang dari masjid.
“Rani, you know, that’s the stupid man that I ever know.”
“How come?” tanya Rani ingin tau.
“The thing that he’s lokin for is in front of him. But, why he’s looking for it difficultly while shouting loudly?”
“Ha ha ha ha, that’s funny, Sir.”
“Huh……???”
“Are you trying to be stupid too?”
“Ha ha ha,… you know what? He’s not looking for his Bakso. But, he’s offering his bakso to the ones want to buy it.”
?!#$%x+-x, sepontan Mr. Jhon wajahnya memerah.
Dalam hati kecilnya sih, Mr. Jhon bersedih. Ia selalu salah dalam memhami sesuatu. Mulai masalah, jancuk, arum, becak, dan yang lainnya.
Waktu pun terus berjalanan. Hari semakin malam. Malampun semakin larut, mereka masuk ke kamar masing-masing.
            Tepat pukul 05.00 pagi, Rina dan keluarganya bangun dan segera melakukan shalat shubuh berjamaah. Namun, seperti biasa, Mr. Jhon selalu bangun kesiangan. Tapi lumayan lah, saat ini ia bangun pukul 07.00 WIB. Untungnya, waktu itu sedang libur sekolahnya. Jadi, masih ada teman bicara untuk Mr. Jhon yang hanya dapat ngomong pake bahasa Inggris. Maklum, tetangga kanan kiri Rina nggak ada yang bisa ngomong bahasa Inggris.
            Bagun tidur langsung mandi. Anehnya, ketika mandi, Mr. Jhon nggak pernah ngeluarin suara air bak orang Indonesia Mandi. Nampaknya, ia cuma mengusap badannya dengan handuk basah. Jadi, meski ada gayung dan bak mandi, suara air jatuh tak terdenar keras seperti orang mandi pada umumnya. Yang ada hanyalah suara gemericik air.
“The water is free here.” “Why don’t you have water sound while taking bath, Sir?” Tanya Rani ingin tahu.
“Oh, it’s Okay.”
            Sehabis mandi, sarapan pagi pun sudah siap santap di atas meja makan. Menu hari ini adalah tempe penyet, makanan favorit Mr. Jhon. Buat keluarga Rani, kalau lauknya cuma ini, nggak bakal jadi persoalan. Mungkin karena si-bule sudah terbiasa makan-makanan yang berlemak, fast food, dan modern. Namun, mumpung ia di Indonesia, jadi kesannya mencoba hal-hal baru yang sifatnya lebih tradisional.
Dalam hal makan, Mr. jhon selalu mencium makanan yang akan ia makan. Sementara itu, Rani yang tau keadaan seperti ini, sedikit merasa kecewa, dan kurang nyaman. Namun, ia masih mencoba tuk faham akan perbedaan latar belakang budaya yang mereka miliki.
“A………iighhhhhhhh, ups!” sendawa Mr. Jhon sembari membawa segelas air di tangan kirinya.
“It’s so delicious, Rani. I like it so much.”
“Ouw, thanks.”
Sementara di luar rumah, para tetangga mulai ngrumpi. Duduk bersama tetangga kanan kiri untuk menambah keakraban, dan saling berbagi.
“What’s up with them?” “Why are they doin it?”
“It’s something usual here. We share everything each other there,” terang Rani singkat.
“Hmm….I really live in Indonesia then.” “I’m gonna with them.”
Rani selaku tuan rumah, guide, dan penerjemah, selalu menemaninya. Mereka saling Tanya satu sama lain. Sharing tenatang pekerjaan, makanan kesukaan, keluarga, dan masih banyak lagi yang lainnya. Nampaknya, Mr. Jhon mulai hanyut di tengah-tengah mereka. Tak terasa tiga jam ia bergaul dengan tetangga Rani.

Good Bye Indonesia

            Nah, seperti biasa, setiap kali ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Pagi itu, Rani dan sepupunya, Fauzi, mengantar Pelancong Ameriak itu ke Bandara. Di perjalanan, angin berhembus sepoi-spoi, dan sinar matahari pun mulai menyengat.
“Why are Indonesian people afraid of the sunlight? It’s good actually, isn’t it? They are not too clever I guess.”
“The reason is simple, Sir. We are mulatto, and you are white. It’s better for your complexion, but for us, it will make our complexion darker. The dark is bad for Indonesian. We don’t like the dark one.”
“Hmmm… I see now.”
Akhirnya mereka sampai juga di bandara Internasional, Juanda Surabaya. Kali ini tujuan perjalanan Mr. Jhon adalah ke Malaysia. Rencananya di sana, ia mau melancong bersama temannya dari Kanada, Chad Thomson. Perpisahan pun berlangsung di bandara. Senyum manis pun mulai terasa berat tuk dilakukan. Selamat tinggal Mr. jhon, selamat tinggal Rani, keduanya berharap tuk bisa bertemu lagi lain waktu. Keduanya pun sama-sama melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan sampai pada akhirnya, batang hidung Mr. Jhon lenyap dari hadapan.
“Rani, so sweet banget, he he he,” Fauzi meledek.
Ngomong-ngomong, kamu dapat kenang-kenangan apa darinya?”
“Gak dapet apa, mas.”
“Serius?”
“Iya.”
“Yah, emang repot nek musuh bule kere iku. Lara kabeh.”













Mr. Jhon di Surabaya

Hari Pertama

“Ciiiiiiiiiiiiiiiiiiiittttt !!! Uh, finally, welcome to Surabaya. I am comin.” Shit, it’s so hot here. I gotta take my shirt off.”
Tanpa fikir panjang, Mr. Jhon, pelancong dari Amerika melepas bajunya di pusat kota Surabaya. Pada awalnya, ia sih santai-santai aja. Tapi, lama kelamaan, ia sadar kalau orang-orang di sekelilingnya pada melihatnya dengan penuh wajah keheranan.
“Hiikkkk, hikkk,” orang-orang yang melihatnya meringis mengejek.
Dalam benaknya, Mr. jhon pun berkata, “If you’re smiling to me, I’m gonna do as what you’re doin. Hiiik, Hiiik.” Pelan tapi pasti Mr. jhon mengenakan bajunya kembali.
Mula-mula Mr. Jhon mengunjungi Gelora Sepuluh November untuk melihat pertandingan Persebaya vs Persija. Ia pun menemukan segerombolan supporter Persebaya, orang sekitar sih menyebutnya BONEK (BONDO NEKAT), yang dengan bangganya mengatakan Jancuk, Jancuk, Jancuk, Jancuk, Jancuk, Jancuk (dengan irama lagu supporter ‘Ole-Ole’). Tanpa fikir panjang, Mr. Jhon pun mengatakan kalimat itu setiap kali bertemu supporter.
Hi bro, Jancuk !!!”
“Ok Mr., Jancuk!” sambil tertawa seorang BONEK membalasnya.
Mr. Jhon pun berkesimpulan kalau Jancuk adalah kata-kata pembangkit semangat pencipta solidaritas. Ditengah-tengah pertandingan, striker Persebaya, Danillo Fernando menjebol gawang Persija. Spontan, Mr. Jhon pun bersorak, “Jancuuuuk ! Jancuuuuk !!!
Supporter lain pun berbalik arah menyaksikan Mr. Jhon yang sangat antusias menyambut gol Persebaya.
“Bule gendheng. Mosok Gol kok malah misuh-misuh,” gumam salah satu dari BONEK.
Usai pertandingan, Mr. jhon pun merasa lapar. Akhirnya, langsung cari makan di pinggir jalan.
“Hi, Maam. Jancuk!!!, dengan wajah tak berdosanya ia menyapa si penjual nasi pecel yang sedang sibuk melayani para pembeli.
“Lho, lapo kok misuhi aku?,” Tanya si penjual nasi keheranan.
Ma’am, one, ma’am one. Maklum Mr. Jhon nggak bisa bahasa Indonesia. Jadi, ia terpaksa harus makai bahasa yang mudah tuk diterima orang lain.
Dengan lahapnya, sibule pun menyantap abis makanannya. Uhh, I’m full. It’s so delicious. Yummy!!!
Hari pun sudah malam. Si-pelancong Amerika itu pun mencari penginapan. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan anak kecil yang sedang asyik bermain dengan teman-temannya.
Hi, Jancok, cutie!!!”
“Hi Mr.!?!?!?! sambil keheranan si ank membalas sapaannya.
“I’m looking for a room.”
“A room???”
“Aku buka Arum, Mr. Aku Lily,” jawab si anak kenceng.
“No, No, No. I don’t need Lily. I’m not a woman. I need a room.”
Karena Lily adalah anak tomboi, langsung ia bilang, Jancuk koen Mr. Ngomong bulet ae.
“Ok, jancuk !!!, dengan ramah Mr. Jhon menjawab. Tapi, dalam benaknya, Mr. Jhon penasaran. “She said Jancok, but why’s she angry??? So, what does Jancuk mean? Ok, bye Cutie! Si-bule tetap membalasnya friendly.
Akhirnya, Mr. Jhon pun menemukan hotel Shangri-La. Bergegas ia pun menyapa petugas resepsionist. Hi, jancuk, Man!!
“What??? What the hell are you talking about, Mr.???? You curse me???”
“Curse you?,” sahut Mr. Jhon kebingungan.
“How come???”
“You know, he supporters of Persebaya always say Jancuk as long as the match goes on,” Sangkal Mr. jhon PD.
“You should know, Sir that Jancuk means ‘Fuck You’!”, tukas petugas receptionist.
“Really???, I can’t believe it.
“I’m so sorry then, Man.”
Segera petugas receptionist mengantar Mr. Jhon ke kamarnya.


Mr. Jhon dan Tugu Pahlawan

Dipagi harinya, mentari pagi tersenyum dari ufuk timur, menyambut Mr. Jhon yang sedang asyik merajut mimpi diatas spring bed nya. Biasa, kebanyakan bule emang bangunnya selalu siang. Tepat pukul 09.00 pagi, ia baru bangun dari tidurnya.
“Uaaaaaghhhh…………
“I could sleep solely last night.”
“My agenda today is going to hero tower.”
Setelah mandi dan sarapan pagi, Mr. Jhon siap berangkat dengan ransel besar di pundaknya. Surabaya emang terkenal dengan panas dan macetnya. Berbagai macam kendaraan ada di Surabaya. Mulai ari bus, angkot, sepeda motor, mobil, bahkan becak.
“Huh, that’s a nice transportation. I can’t find it in the US. It has three wheels with a driver at back.”
Haiiilll……. ! ! !, panggil Mr. Jhon dengan melambaikan tangannya.
Hi Mr.! Becak???”, tanya si-tukang becak sambil memersilahkan Mr. jhon tuk naik.
“Mau kemana??”
“Hero tower…”
?????!!!!!!............
“Yes, I wanna go there,” Mr. Jhon mencoba menjelaskan.
#%^@???!!!xxx+-$$%.....................
Berbagai cara pun dilakukan oleh Mr. jhon untuk memahamkan si-tukang becak. Mulai dari penjelasan, peggambaran, sampai isyarat yang kesannya seperti orang menari-nari pun dilakukan.
Ooohh…. Saya tahu. Tugu pahlawan???
“Yes, yes. Tall in Surabaya,” dengan bangga Mr. jhon bisa memahamkannya.
“No, No, I no huwwessss tugu pahlawan.”
“What??? U don’t go there???,” Mr. Jhon kaget. It’s useless to give you a long clarification.”
“Damn it!”
What, Demit????, Saya bukan demit, siang-siang nggak ada demit,”  kata si-tukang becak sok tau.
Dengan kesalnya, Mr. Jhon kembali ke hotel tuk cari tau. Di sana, ia ketemu dengan petugas receptionist dan langsung bertnya kepadanya bagaimana cara tuk menuju tugu pahlawan.
“It’s better for you to take a cab.”
“Ouwh…, thank you so much.”
Sampai juga akhirnya Mr. Jhon di tugu pahlawan. Mula-mula yang dilakukannya adalah foto-foto.
“Cekriiiik………., Nice photos. I like ‘em.”
“Hi Mr. what is your name?”, nampak di depanya anak-anak SMA yang sedang ada tugas sekolah untuk conversation dengan bule.
Ouw, My name is Triple Jhon.
“Yeah, Hi Mr. Triple, nice to meet you,” sambil senyum manisnya mereka memuji Mr. Jhon.
“Nice to meet you too.”
“Oh ya,…Please, don’t call me Mr. Triples! Actually, it’s impolite, but in this time, I only remind you. I guess you still don’t know how to call each other correctly, especially for someone whom you still don’t know him/her very well.”
Mereka pun minta maaf padanya. Emang sih, di Indonesia nggak ada aturan tuk manggil nama depan atau belakang tuk ngehormati satu sama lain. Intinya kalau di Indonesia kan sopan dan bukan nama julukannya yang jelek.
“Let’s take photo, Sir!” ajak Rani., salah satu dari mereka.
“Ok!” sahut Mr. Jhon sambil meletakkan tangannya di pundak Rani.
Oh… Sorry! You may not hug me, sir.
“Why? It’s Okay. Don’t be afraid! Americans do that while taking photos.”
No, I’m sorry.”
“Well, do what you wanna do then!” sahut Mr. Jhon sambil menurunkan tangannya dari pundak Rani.
Cheese ! ! !
“Today, I want to treat you, Sir.” “What Indonesian foods do you like, Sir?”
“I like tempe penyet so much.”
“What about fried duck?”
“No, I don’t like meat. I like tempe penyet more than fried duck.”
“Ouw, shit!... what a poor choice it is!” teman-teman Rani bergumam sembari merasa kecewa akan pilihan Mr. jhon.
Setelah ngobrol lama, Rani menawari Mr. Jhon tuk bermalam di rumahnya. Tepatnya di daerah Waru, Sidoarjo.
“Ok, Why not???” Jawab Mr. Jhon tanpa keberatan.
Akhirnya, sampai juga di rumah gadis putih, mancung, dan berkerudung pink itu. Rani memersilahkan Mr. Jhon tuk beristirahat di kamar yang telah disediakan.

Mr. jhon di Rumah Rani

“Allahu akbar, Alahu Akbar!”
Suara adzan mulai berkumandang di seluruh penjuru masjid kampung Rani. Rani sekeluarga pun bergegas melakukan shalat berjamaah di Masjid. Sementara Mr. Jhon, sedang duduk-duduk di serambi rumah. Ya, maklumlah. Emang ia bukan orang Islam. Ia ateis, alias tak bertuhan.
“Tok, tok, tok, tok, So, bakso….!”
“Bakso, bakso………….! Jumbo, jumbo………..!” Suara penjual bakso yang sedang berjualan.
Tepat saat itu, Rani sekeluarga pulang dari masjid.
“Rani, you know, that’s the stupid man that I ever know.”
“How come?” tanya Rani ingin tau.
“The thing that he’s lokin for is in front of him. But, why he’s looking for it difficultly while shouting loudly?”
“Ha ha ha ha, that’s funny, Sir.”
“Huh……???”
“Are you trying to be stupid too?”
“Ha ha ha,… you know what? He’s not looking for his Bakso. But, he’s offering his bakso to the ones want to buy it.”
?!#$%x+-x, sepontan Mr. Jhon wajahnya memerah.
Dalam hati kecilnya sih, Mr. Jhon bersedih. Ia selalu salah dalam memhami sesuatu. Mulai masalah, jancuk, arum, becak, dan yang lainnya.
Waktu pun terus berjalanan. Hari semakin malam. Malampun semakin larut, mereka masuk ke kamar masing-masing.
            Tepat pukul 05.00 pagi, Rina dan keluarganya bangun dan segera melakukan shalat shubuh berjamaah. Namun, seperti biasa, Mr. Jhon selalu bangun kesiangan. Tapi lumayan lah, saat ini ia bangun pukul 07.00 WIB. Untungnya, waktu itu sedang libur sekolahnya. Jadi, masih ada teman bicara untuk Mr. Jhon yang hanya dapat ngomong pake bahasa Inggris. Maklum, tetangga kanan kiri Rina nggak ada yang bisa ngomong bahasa Inggris.
            Bagun tidur langsung mandi. Anehnya, ketika mandi, Mr. Jhon nggak pernah ngeluarin suara air bak orang Indonesia Mandi. Nampaknya, ia cuma mengusap badannya dengan handuk basah. Jadi, meski ada gayung dan bak mandi, suara air jatuh tak terdenar keras seperti orang mandi pada umumnya. Yang ada hanyalah suara gemericik air.
“The water is free here.” “Why don’t you have water sound while taking bath, Sir?” Tanya Rani ingin tahu.
“Oh, it’s Okay.”
            Sehabis mandi, sarapan pagi pun sudah siap santap di atas meja makan. Menu hari ini adalah tempe penyet, makanan favorit Mr. Jhon. Buat keluarga Rani, kalau lauknya cuma ini, nggak bakal jadi persoalan. Mungkin karena si-bule sudah terbiasa makan-makanan yang berlemak, fast food, dan modern. Namun, mumpung ia di Indonesia, jadi kesannya mencoba hal-hal baru yang sifatnya lebih tradisional.
Dalam hal makan, Mr. jhon selalu mencium makanan yang akan ia makan. Sementara itu, Rani yang tau keadaan seperti ini, sedikit merasa kecewa, dan kurang nyaman. Namun, ia masih mencoba tuk faham akan perbedaan latar belakang budaya yang mereka miliki.
“A………iighhhhhhhh, ups!” sendawa Mr. Jhon sembari membawa segelas air di tangan kirinya.
“It’s so delicious, Rani. I like it so much.”
“Ouw, thanks.”
Sementara di luar rumah, para tetangga mulai ngrumpi. Duduk bersama tetangga kanan kiri untuk menambah keakraban, dan saling berbagi.
“What’s up with them?” “Why are they doin it?”
“It’s something usual here. We share everything each other there,” terang Rani singkat.
“Hmm….I really live in Indonesia then.” “I’m gonna with them.”
Rani selaku tuan rumah, guide, dan penerjemah, selalu menemaninya. Mereka saling Tanya satu sama lain. Sharing tenatang pekerjaan, makanan kesukaan, keluarga, dan masih banyak lagi yang lainnya. Nampaknya, Mr. Jhon mulai hanyut di tengah-tengah mereka. Tak terasa tiga jam ia bergaul dengan tetangga Rani.

Good Bye Indonesia

            Nah, seperti biasa, setiap kali ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Pagi itu, Rani dan sepupunya, Fauzi, mengantar Pelancong Ameriak itu ke Bandara. Di perjalanan, angin berhembus sepoi-spoi, dan sinar matahari pun mulai menyengat.
“Why are Indonesian people afraid of the sunlight? It’s good actually, isn’t it? They are not too clever I guess.”
“The reason is simple, Sir. We are mulatto, and you are white. It’s better for your complexion, but for us, it will make our complexion darker. The dark is bad for Indonesian. We don’t like the dark one.”
“Hmmm… I see now.”
Akhirnya mereka sampai juga di bandara Internasional, Juanda Surabaya. Kali ini tujuan perjalanan Mr. Jhon adalah ke Malaysia. Rencananya di sana, ia mau melancong bersama temannya dari Kanada, Chad Thomson. Perpisahan pun berlangsung di bandara. Senyum manis pun mulai terasa berat tuk dilakukan. Selamat tinggal Mr. jhon, selamat tinggal Rani, keduanya berharap tuk bisa bertemu lagi lain waktu. Keduanya pun sama-sama melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan sampai pada akhirnya, batang hidung Mr. Jhon lenyap dari hadapan.
“Rani, so sweet banget, he he he,” Fauzi meledek.
Ngomong-ngomong, kamu dapat kenang-kenangan apa darinya?”
“Gak dapet apa, mas.”
“Serius?”
“Iya.”
“Yah, emang repot nek musuh bule kere iku. Lara kabeh.”













Mr. Jhon di Surabaya

Hari Pertama

“Ciiiiiiiiiiiiiiiiiiiittttt !!! Uh, finally, welcome to Surabaya. I am comin.” Shit, it’s so hot here. I gotta take my shirt off.”
Tanpa fikir panjang, Mr. Jhon, pelancong dari Amerika melepas bajunya di pusat kota Surabaya. Pada awalnya, ia sih santai-santai aja. Tapi, lama kelamaan, ia sadar kalau orang-orang di sekelilingnya pada melihatnya dengan penuh wajah keheranan.
“Hiikkkk, hikkk,” orang-orang yang melihatnya meringis mengejek.
Dalam benaknya, Mr. jhon pun berkata, “If you’re smiling to me, I’m gonna do as what you’re doin. Hiiik, Hiiik.” Pelan tapi pasti Mr. jhon mengenakan bajunya kembali.
Mula-mula Mr. Jhon mengunjungi Gelora Sepuluh November untuk melihat pertandingan Persebaya vs Persija. Ia pun menemukan segerombolan supporter Persebaya, orang sekitar sih menyebutnya BONEK (BONDO NEKAT), yang dengan bangganya mengatakan Jancuk, Jancuk, Jancuk, Jancuk, Jancuk, Jancuk (dengan irama lagu supporter ‘Ole-Ole’). Tanpa fikir panjang, Mr. Jhon pun mengatakan kalimat itu setiap kali bertemu supporter.
Hi bro, Jancuk !!!”
“Ok Mr., Jancuk!” sambil tertawa seorang BONEK membalasnya.
Mr. Jhon pun berkesimpulan kalau Jancuk adalah kata-kata pembangkit semangat pencipta solidaritas. Ditengah-tengah pertandingan, striker Persebaya, Danillo Fernando menjebol gawang Persija. Spontan, Mr. Jhon pun bersorak, “Jancuuuuk ! Jancuuuuk !!!
Supporter lain pun berbalik arah menyaksikan Mr. Jhon yang sangat antusias menyambut gol Persebaya.
“Bule gendheng. Mosok Gol kok malah misuh-misuh,” gumam salah satu dari BONEK.
Usai pertandingan, Mr. jhon pun merasa lapar. Akhirnya, langsung cari makan di pinggir jalan.
“Hi, Maam. Jancuk!!!, dengan wajah tak berdosanya ia menyapa si penjual nasi pecel yang sedang sibuk melayani para pembeli.
“Lho, lapo kok misuhi aku?,” Tanya si penjual nasi keheranan.
Ma’am, one, ma’am one. Maklum Mr. Jhon nggak bisa bahasa Indonesia. Jadi, ia terpaksa harus makai bahasa yang mudah tuk diterima orang lain.
Dengan lahapnya, sibule pun menyantap abis makanannya. Uhh, I’m full. It’s so delicious. Yummy!!!
Hari pun sudah malam. Si-pelancong Amerika itu pun mencari penginapan. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan anak kecil yang sedang asyik bermain dengan teman-temannya.
Hi, Jancok, cutie!!!”
“Hi Mr.!?!?!?! sambil keheranan si ank membalas sapaannya.
“I’m looking for a room.”
“A room???”
“Aku buka Arum, Mr. Aku Lily,” jawab si anak kenceng.
“No, No, No. I don’t need Lily. I’m not a woman. I need a room.”
Karena Lily adalah anak tomboi, langsung ia bilang, Jancuk koen Mr. Ngomong bulet ae.
“Ok, jancuk !!!, dengan ramah Mr. Jhon menjawab. Tapi, dalam benaknya, Mr. Jhon penasaran. “She said Jancok, but why’s she angry??? So, what does Jancuk mean? Ok, bye Cutie! Si-bule tetap membalasnya friendly.
Akhirnya, Mr. Jhon pun menemukan hotel Shangri-La. Bergegas ia pun menyapa petugas resepsionist. Hi, jancuk, Man!!
“What??? What the hell are you talking about, Mr.???? You curse me???”
“Curse you?,” sahut Mr. Jhon kebingungan.
“How come???”
“You know, he supporters of Persebaya always say Jancuk as long as the match goes on,” Sangkal Mr. jhon PD.
“You should know, Sir that Jancuk means ‘Fuck You’!”, tukas petugas receptionist.
“Really???, I can’t believe it.
“I’m so sorry then, Man.”
Segera petugas receptionist mengantar Mr. Jhon ke kamarnya.


Mr. Jhon dan Tugu Pahlawan

Dipagi harinya, mentari pagi tersenyum dari ufuk timur, menyambut Mr. Jhon yang sedang asyik merajut mimpi diatas spring bed nya. Biasa, kebanyakan bule emang bangunnya selalu siang. Tepat pukul 09.00 pagi, ia baru bangun dari tidurnya.
“Uaaaaaghhhh…………
“I could sleep solely last night.”
“My agenda today is going to hero tower.”
Setelah mandi dan sarapan pagi, Mr. Jhon siap berangkat dengan ransel besar di pundaknya. Surabaya emang terkenal dengan panas dan macetnya. Berbagai macam kendaraan ada di Surabaya. Mulai ari bus, angkot, sepeda motor, mobil, bahkan becak.
“Huh, that’s a nice transportation. I can’t find it in the US. It has three wheels with a driver at back.”
Haiiilll……. ! ! !, panggil Mr. Jhon dengan melambaikan tangannya.
Hi Mr.! Becak???”, tanya si-tukang becak sambil memersilahkan Mr. jhon tuk naik.
“Mau kemana??”
“Hero tower…”
?????!!!!!!............
“Yes, I wanna go there,” Mr. Jhon mencoba menjelaskan.
#%^@???!!!xxx+-$$%.....................
Berbagai cara pun dilakukan oleh Mr. jhon untuk memahamkan si-tukang becak. Mulai dari penjelasan, peggambaran, sampai isyarat yang kesannya seperti orang menari-nari pun dilakukan.
Ooohh…. Saya tahu. Tugu pahlawan???
“Yes, yes. Tall in Surabaya,” dengan bangga Mr. jhon bisa memahamkannya.
“No, No, I no huwwessss tugu pahlawan.”
“What??? U don’t go there???,” Mr. Jhon kaget. It’s useless to give you a long clarification.”
“Damn it!”
What, Demit????, Saya bukan demit, siang-siang nggak ada demit,”  kata si-tukang becak sok tau.
Dengan kesalnya, Mr. Jhon kembali ke hotel tuk cari tau. Di sana, ia ketemu dengan petugas receptionist dan langsung bertnya kepadanya bagaimana cara tuk menuju tugu pahlawan.
“It’s better for you to take a cab.”
“Ouwh…, thank you so much.”
Sampai juga akhirnya Mr. Jhon di tugu pahlawan. Mula-mula yang dilakukannya adalah foto-foto.
“Cekriiiik………., Nice photos. I like ‘em.”
“Hi Mr. what is your name?”, nampak di depanya anak-anak SMA yang sedang ada tugas sekolah untuk conversation dengan bule.
Ouw, My name is Triple Jhon.
“Yeah, Hi Mr. Triple, nice to meet you,” sambil senyum manisnya mereka memuji Mr. Jhon.
“Nice to meet you too.”
“Oh ya,…Please, don’t call me Mr. Triples! Actually, it’s impolite, but in this time, I only remind you. I guess you still don’t know how to call each other correctly, especially for someone whom you still don’t know him/her very well.”
Mereka pun minta maaf padanya. Emang sih, di Indonesia nggak ada aturan tuk manggil nama depan atau belakang tuk ngehormati satu sama lain. Intinya kalau di Indonesia kan sopan dan bukan nama julukannya yang jelek.
“Let’s take photo, Sir!” ajak Rani., salah satu dari mereka.
“Ok!” sahut Mr. Jhon sambil meletakkan tangannya di pundak Rani.
Oh… Sorry! You may not hug me, sir.
“Why? It’s Okay. Don’t be afraid! Americans do that while taking photos.”
No, I’m sorry.”
“Well, do what you wanna do then!” sahut Mr. Jhon sambil menurunkan tangannya dari pundak Rani.
Cheese ! ! !
“Today, I want to treat you, Sir.” “What Indonesian foods do you like, Sir?”
“I like tempe penyet so much.”
“What about fried duck?”
“No, I don’t like meat. I like tempe penyet more than fried duck.”
“Ouw, shit!... what a poor choice it is!” teman-teman Rani bergumam sembari merasa kecewa akan pilihan Mr. jhon.
Setelah ngobrol lama, Rani menawari Mr. Jhon tuk bermalam di rumahnya. Tepatnya di daerah Waru, Sidoarjo.
“Ok, Why not???” Jawab Mr. Jhon tanpa keberatan.
Akhirnya, sampai juga di rumah gadis putih, mancung, dan berkerudung pink itu. Rani memersilahkan Mr. Jhon tuk beristirahat di kamar yang telah disediakan.

Mr. jhon di Rumah Rani

“Allahu akbar, Alahu Akbar!”
Suara adzan mulai berkumandang di seluruh penjuru masjid kampung Rani. Rani sekeluarga pun bergegas melakukan shalat berjamaah di Masjid. Sementara Mr. Jhon, sedang duduk-duduk di serambi rumah. Ya, maklumlah. Emang ia bukan orang Islam. Ia ateis, alias tak bertuhan.
“Tok, tok, tok, tok, So, bakso….!”
“Bakso, bakso………….! Jumbo, jumbo………..!” Suara penjual bakso yang sedang berjualan.
Tepat saat itu, Rani sekeluarga pulang dari masjid.
“Rani, you know, that’s the stupid man that I ever know.”
“How come?” tanya Rani ingin tau.
“The thing that he’s lokin for is in front of him. But, why he’s looking for it difficultly while shouting loudly?”
“Ha ha ha ha, that’s funny, Sir.”
“Huh……???”
“Are you trying to be stupid too?”
“Ha ha ha,… you know what? He’s not looking for his Bakso. But, he’s offering his bakso to the ones want to buy it.”
?!#$%x+-x, sepontan Mr. Jhon wajahnya memerah.
Dalam hati kecilnya sih, Mr. Jhon bersedih. Ia selalu salah dalam memhami sesuatu. Mulai masalah, jancuk, arum, becak, dan yang lainnya.
Waktu pun terus berjalanan. Hari semakin malam. Malampun semakin larut, mereka masuk ke kamar masing-masing.
            Tepat pukul 05.00 pagi, Rina dan keluarganya bangun dan segera melakukan shalat shubuh berjamaah. Namun, seperti biasa, Mr. Jhon selalu bangun kesiangan. Tapi lumayan lah, saat ini ia bangun pukul 07.00 WIB. Untungnya, waktu itu sedang libur sekolahnya. Jadi, masih ada teman bicara untuk Mr. Jhon yang hanya dapat ngomong pake bahasa Inggris. Maklum, tetangga kanan kiri Rina nggak ada yang bisa ngomong bahasa Inggris.
            Bagun tidur langsung mandi. Anehnya, ketika mandi, Mr. Jhon nggak pernah ngeluarin suara air bak orang Indonesia Mandi. Nampaknya, ia cuma mengusap badannya dengan handuk basah. Jadi, meski ada gayung dan bak mandi, suara air jatuh tak terdenar keras seperti orang mandi pada umumnya. Yang ada hanyalah suara gemericik air.
“The water is free here.” “Why don’t you have water sound while taking bath, Sir?” Tanya Rani ingin tahu.
“Oh, it’s Okay.”
            Sehabis mandi, sarapan pagi pun sudah siap santap di atas meja makan. Menu hari ini adalah tempe penyet, makanan favorit Mr. Jhon. Buat keluarga Rani, kalau lauknya cuma ini, nggak bakal jadi persoalan. Mungkin karena si-bule sudah terbiasa makan-makanan yang berlemak, fast food, dan modern. Namun, mumpung ia di Indonesia, jadi kesannya mencoba hal-hal baru yang sifatnya lebih tradisional.
Dalam hal makan, Mr. jhon selalu mencium makanan yang akan ia makan. Sementara itu, Rani yang tau keadaan seperti ini, sedikit merasa kecewa, dan kurang nyaman. Namun, ia masih mencoba tuk faham akan perbedaan latar belakang budaya yang mereka miliki.
“A………iighhhhhhhh, ups!” sendawa Mr. Jhon sembari membawa segelas air di tangan kirinya.
“It’s so delicious, Rani. I like it so much.”
“Ouw, thanks.”
Sementara di luar rumah, para tetangga mulai ngrumpi. Duduk bersama tetangga kanan kiri untuk menambah keakraban, dan saling berbagi.
“What’s up with them?” “Why are they doin it?”
“It’s something usual here. We share everything each other there,” terang Rani singkat.
“Hmm….I really live in Indonesia then.” “I’m gonna with them.”
Rani selaku tuan rumah, guide, dan penerjemah, selalu menemaninya. Mereka saling Tanya satu sama lain. Sharing tenatang pekerjaan, makanan kesukaan, keluarga, dan masih banyak lagi yang lainnya. Nampaknya, Mr. Jhon mulai hanyut di tengah-tengah mereka. Tak terasa tiga jam ia bergaul dengan tetangga Rani.

Good Bye Indonesia

            Nah, seperti biasa, setiap kali ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Pagi itu, Rani dan sepupunya, Fauzi, mengantar Pelancong Ameriak itu ke Bandara. Di perjalanan, angin berhembus sepoi-spoi, dan sinar matahari pun mulai menyengat.
“Why are Indonesian people afraid of the sunlight? It’s good actually, isn’t it? They are not too clever I guess.”
“The reason is simple, Sir. We are mulatto, and you are white. It’s better for your complexion, but for us, it will make our complexion darker. The dark is bad for Indonesian. We don’t like the dark one.”
“Hmmm… I see now.”
Akhirnya mereka sampai juga di bandara Internasional, Juanda Surabaya. Kali ini tujuan perjalanan Mr. Jhon adalah ke Malaysia. Rencananya di sana, ia mau melancong bersama temannya dari Kanada, Chad Thomson. Perpisahan pun berlangsung di bandara. Senyum manis pun mulai terasa berat tuk dilakukan. Selamat tinggal Mr. jhon, selamat tinggal Rani, keduanya berharap tuk bisa bertemu lagi lain waktu. Keduanya pun sama-sama melambaikan tangannya sebagai tanda perpisahan sampai pada akhirnya, batang hidung Mr. Jhon lenyap dari hadapan.
“Rani, so sweet banget, he he he,” Fauzi meledek.
Ngomong-ngomong, kamu dapat kenang-kenangan apa darinya?”
“Gak dapet apa, mas.”
“Serius?”
“Iya.”
“Yah, emang repot nek musuh bule kere iku. Lara kabeh.”