Dipagi hari yang cerah, Arman sedang asyik bermain bola dengan teman-temannya, Rudi, Madun, Roni, dan masih banyak lagi lainnya. Ditengah-tengah mereka bermain bola tiba-tiba Arman ter-sledding oleh Roni. Segera wasit menghentikan permainan.
“Sledding tackle heyyaaaaa……………!” dengan penuh semangat Roni bermaksud menggambil bola yang sedang digiring oleh Arman.
“Aduuh………!” Arman merintih kesakitan karena sledding-an Roni meleset mengenai kaki Arman.
“Kurang ajar kamu Roni. Kamu sengaja ya me-nyeledding kakiku?” Tanya Arman geram.
Ma, Ma, Maaf Arman. Aku tak sengaja me-nyeledding kakimu.” Roni mencoba meyakinkan Arman.
“Bohong !!!”
“Kamu pasti sengaja mencederaiku supaya aku tidak bisa melanjutkan pertandingan.”
“Aku tidak pernah membohongimu Arman.”
“Ku pukul kau. Rasakan ini !”
Plakk………, Duuk……, Jeddak……
Terdengar keras suara Arman memukuli Roni.
“Ahh…… Ampun Arman, Ampun. Aku tak sengaja.”
“Aku tak perduli dan tak percaya lagi dengan segala alasanmu.”
Segera wasit dan teman-teman yang lain melerai mereka yang sedang berkelahi.
“Sudah man !!!”
“Sudah Hentikan !” Teman-teman melerai sambil menarik baju Armand an Roni.
“Biarkan teman-teman ! Lepaskan aku ! Ini pelajaran bagi si pembohong yang sengaja mencederaiku.”
Tak lama kemudian, perkelahian dapat terselesaikan. Tanpa pikir panjang wasit mengeluarkan kartu merah untuk Arman dan kartu kuning untuk Roni. Melihat keputusan wasit yang seperti itu, emosi Arman seketika memuncak.
“Kurang ajar. Apa yang anda lakukan pak?” Tanya Arman menentang sang wasit.
Wasit hanya menggelengkan kepalanya dan mempersilahkan Arman untuk meninggalkan lapangan pertandingan.
“Apa yang anda lakukan pak?”
“Apa anda tidak salah memberikan keputusan yang sedemikian rupa?” Arman ngotot menentang keputusan sang wasit.
“Sudah Arman hentikan !”
“Tenang saja !”
“Kita akan berusaha memenangkan pertandingan ini meski tanpa dirimu” Sahut teman-teman Arman menghibur.
“Tidak teman-teman. Roni dan wasit ini sungguh keterlaluan. Jelas-jelas Roni me-nyeledding kaki ku, malah aku yang dapat hadiah kartu merah. Ini tidak dapat dibiarkan” Arman masih tetap saja protes kepada sang wasit.
Ditengah-tengah perselisihan itu, datanglah ustad Miftah, guru mengaji mereka yang kebetulan lewat. “ Ada apa anak-anak ?” Tanya pak ustad santun.
Tidak ada apa-apa pak ustad” Jawab si Madun sambil menggaruk kepalanya seraya menyembunyikan sesuatu.
“Madun, kelihatannya kamu menyembunyikan sesuatu.”
“Benarkah begitu ?”
“Perasaan ustad mengatakan kalo sedang ada keributan di sini.”
“Benar pak ustad. Arman dan saya bertengkar ketika sedang bermain sepak bola. Saya tak sengaja me-nyeledding kaki Arman.”
“Bohong pak ustad. Roni melakukannya dengan sengaja” Sahut Arman tidak sopan.
“Tolong kamu diam sebentar Arman. Bagaimana pak wasit?”
“Memang Roni benar pak ustad. Dia bermaksud me-nyeledding bola yang sedang digiring Arman akan tetapi meleset mengenai kakinya” Jelas pak wasit dengan seriusnya.
Ehmmm………… Ya, ya jadi begitu ceritanya.
“Dengar anak-anak ku yang tercinta !”
“Rosulullah bersabda, “Orang muslim satu dengan muslim yang lain itu bagai suatu bangunan yang saling mengokohkan antara bagian satu dengan yang lain.” Jadi jelas anak-anak. Kita sebagai muslim tak seharusnya berkelahi seperti ini. Jika kalian tidak patuh kepada Rosulullah, berarti kalian juga tidak patuh kepada Allah. Apakah kalian mau menjadi musuh Allah anak-anak?”
“Kami tidak mau pak ustad” Jawab mereka kompok.
“Bagus. Jika kalian tidak mau, maka alangkah baiknya kalau kita saling memaafkan satu sama lain. Jika kalian hidup saling memaafkan, maka kerukunan dan ketentraman akan timbul dalam kehidupan.”
“Jadi mulai sekarang coba Arman, dan Roni kemari !”
Kalian harus bersalaman dan saling memaafkan satu sama lain.
“Baik pak ustad” Jawab Arman dan Roni.
“Maafkan Aku Roni !”
“Aku sudah menghajarmu sampai babak belur seperti ini,”
“Ah tidak apa-apa. Aku yang seharusnya meminta maaf padamu Man.”
“Bagus sekali” Komentar pak ustad Miftah dengan penuh senyuman manis di bibirnya.
“Baik anak-anak saya masih punya banyak urusan di masjid. Terpaksa saya tidak bisa berlama-lama di sini.”
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.”
Setelah ustad Miftah mendamaikan dan meninggalkan mereka, sang wasit pun segera melanjutkan pertandingan dan dengan lapang dada Arman pun juga segera meninggalkan lapangan.
0 komentar:
Posting Komentar